Mengenal Anastasia Wibowo, Chief Financial Officer Lazada Indonesia
Salah satu fokus Alibaba Group dalam pengembangan organisasi adalah memastikan bahwa lebih banyak perempuan-perempuan hebat yang mengambil posisi pimpinan dan peranan manajemen di dalamnya. Hal ini tidak terkecuali pada unit bisnisnya dari Alipay, Tmall, hingga Lazada. Sebagai perwujudannya, Lazada Indonesia baru saja menyambut Anastasia Wibowo menjadi Chief Financial Officer di awal tahun 2019 ini.
Awal perjalanan karir Anastasia Wibowo
Anastasia Wibowo–akrab disapa Lia–lulus dari California State University, San Bernardino di bidang Finance. Sejak muda, ia merupakan seseorang yang menyukai waktu dan momen produktif. “Semenjak kuliah, saya tidak bisa diam. Bila ada kesempatan untuk belajar dan mencari pengalaman, maka saya akan lakukan. Baik itu membantu sebagai tenaga administrasi di universitas atau membantu riset-riset dosen. Ini yang membuat saya akhirnya berhasil mendapatkan posisi internship di Merril Lynch.
Setelah lulus kuliah, Lia kembali ke Jakarta, pertama bekerja di bank CIMB Niaga dan kemudian di Unilever. Di sana, ia meniti karirnya selama 14 tahun. “Hari pertama saya masuk ke Lazada, tim nya mengadakan Townhall untuk perkenalan. Semuanya cukup terkejut dan tidak percaya ketika saya menyebut tenure saya di sana,” ceritanya. “Mengapa selama itu, saya ditanya. Ya, saya jawab mengapa tidak.” Ini cukup sulit dibayangkan untuk kalangan milenial yang menganggap bekerja di perusahaan yang sama selama 3 tahun sudah dianggap waktu yang lama.
Menurut Lia, bekerja selama 14 tahun di Unilever tidak terasa karena mendapatkan pengalaman di berbagai departemen dan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya. Selama masa tersebut dirinya terlibat dengan berbagai macam proyek yang banyak mengasah keterampilan analisa, kolaborasi, dan negosiasi skala lokal maupun internasional
Setelah dari Unilever, Lia kemudian berpindah ke Coca-cola Amatil. Ketika masuk, ia diberikan tantangan yang besar dan harus memimpin suatu project penting yang merupakan prioritas perusahaan. Di tengah tekanan lingkungan kerja baru, ia akhirnya mampu menyelesaikan proyek berkat strategi kolaborasi aktif. Bahkan, proyek selesai dalam waktu yang lebih cepat dan melampaui target. Lia tidak hentinya menekankan pentingnya aspek kolaborasi dan kerjasama tim ya
ng baik: “banyak orang awalnya berpendapat target project terlalu sulit untuk dicapai, tetapi akhirnya saya dan tim berhasil menaklukkannya bersama-sama.” ujarnya.
Setelah 3 tahun, Lia pindah ke Amcor, perusahaan pemimpin global dalam industri packaging. “Namun, baru setahun di sana, Lazada sudah mengundang saya untuk bergabung. Kembali lagi, bagi saya pribadi yang terutama dari pekerjaan itu adalah soal pengembangan diri. Bekerja adalah seperti kesempatan belajar yang dibayar. E-commerce sebagai lahan bisnis yang pesat berkembang sedari dulu sudah menjadi ketertarikan saya,” ceritanya.
Bergabung dengan Lazada Indonesia sebagai CFO
Sebelumnya, sudah ada beberapa perusahaan yang mengajak Lia bergabung. Namun, prinsipnya dalam mengambil keputusan berkarir sama seperti memilih pasangan hidup. “Bergabung dengan perusahaan itu seperti menikah. Perlu kecocokan, match yang baik, dan mempertimbangkan banyak hal penting. Soalnya, mereka adalah orang-orang yang akan kita habiskan waktu yang banyak bersama-sama,” jelasnya.
Setelah melakukan pertimbangan dan analisis mendalam, Lia melihat Lazada sebagai perusahaan e-commerce tempat ia dapat menerapkan pengalaman yang ia peroleh dari bekerja di perusahaan-perusahaan global. “Saya juga sangat menghormati Jack Ma. Hal tersebut membuat saya lebih tertarik dan yakin untuk bergabung bersama Lazada.”
Hal yang paling Lia sukai di Lazada adalah dinamika kecepatan dalam bekerja. Di perusahaan-perusahaan sebelumnya, sebuah keputusan biasanya melalui proses yang panjang dan bisa memakan waktu yang lama. “Saya pribadi sangat suka dengan lingkungan kerja yang cepat. Di Lazada, ketika melakukan aktivitas, hasilnya bisa langsung dilihat dan dianalisa. Sementara di perusahaan sebelumnya, mungkin hasilnya baru bisa dilihat setelah berbulan-bulan kemudian,” tambahnya.
Tentu kecepatan ini sangat krusial untuk seorang Chief Financial Officer. “Banyak orang sering salah kaprah bahwa tugas tim finance adalah menjadi ‘polisi’ keuangan. Tugas saya justru sebagai partner bisnis para pemimpin di Lazada. Bersama mereka, saya dan tim bekerja untuk mencari keseimbangan antara growth dan profitability,” jelasnya. Prioritasnya adalah keberlanjutan, atau sustainability.
Menurut Lia, pertumbuhan memang selalu menjadi prioritas utama, tapi pertumbuhan hanya akan sustainable bila cost atau biaya pengeluaran dipertimbangkan dengan baik. “Salah satu tugas saya adalah memberikan influence pada tim untuk melihat aktivitas secara lebih holistik,” ungkapnya. Tim finance menurutnya adalah partner dari semua orang yang turut memberikan kontribusi berupa konsultasi risiko dan solusi bisnis.
Perencanaan adalah hal yang penting agar baik urusan rumah maupun pekerjaan dapat berjalan seefektif mungkin. Akhir pekan biasanya diisi dengan perencanaan untuk urusan rumah minggu ke depan agar dapat fokus dan menjalankan meeting dengan efisien.
Menjalankan Peran Seorang Ibu sekaligus CFO
“Saya berusaha pulang sebelum anak saya tidur. Biasanya bisa jam 8 sampai di rumah, atau terkadang lebih malam jika banyak yang perlu diselesaikan di kantor. Tetapi jika ada keperluan, tentu saya akan pulang cepat. Keluarga sudah cukup terbiasa sih”, kata Lia ketika ditanya soal peran gandanya sebagai CFO dan Ibu.
Lia merasa bahwa tidak ada cara sempurna untuk ‘menyeimbangkan’ peran ibu di rumah dan peran CFO di Lazada Indonesia. “Saya pikir, ada miskonsepsi bahwa perempuan harus sempurna di rumah dan di kantor, dan itu terkadang menjadi beban bagi perempuan bekerja. Saya berusaha melakukan sebaik-baiknya. Tergantung situasi pada saat tertentu, ada kapasitasnya dimana saya harus fokus.”
Kuncinya adalah prioritas. “Ada saatnya dimana saya perlu bersama anak, maka saya akan berupaya untuk itu. Di perusahaan sebelumnya, saya meminta cuti tanpa bayar untuk membantu anak saya belajar ujian akhir. Masa itu merupakan waktu yang cukup kritikal untuk perusahaan karena sedang diaudit, tetapi saya memprioritaskan anak. Ternyata atasan pengertian dan memperbolehkan saya bekerja di rumah,” jelas Lia.
Sayangnya, banyak sekali perempuan yang tidak terpikirkan bahwa hal seperti ini bisa didiskusikan. “Terlebih membantu lagi bila kita memiliki tim yang pengertian dan selalu mendukung. Atasan yang suportif juga sangat membantu. Hal ini biasanya memungkinkan jika kita terus menunjukkan prestasi di pekerjaan,” tambahnya
Di kala perlu fokus dengan pekerjaan, perempuan juga tidak perlu merasa bersalah. “Banyak perempuan yang merasa ‘guilty’ bekerja ‘meninggalkan’ keluarga. Terlebih lagi ketika punya anak, dan mereka sedang ulangan atau sakit. Namun, bagi saya menjaga keseimbangannya dan hubungan erat paling penting, bukan harus senantiasa bersama. Hubungan saya dengan suami dan anak-anak sangat dekat, dan dengan saya bekerja, anak-anak bisa lebih mandiri. Bagi saya itu sudah merupakan pencapaian yang besar,” jelas ibu dari Nadya (15 tahun) and Niko (8 tahun) ini.
Besarnya Potensi Pemberdayaan Talenta Wanita
Dalam topik ini, Anastasia Wibowo juga menawarkan pandangannya soal miskonsepsi yang ada di antara talenta perempuan. Misalnya, terkadang perempuan merasa kurang bisa berkinerja dibandingkan laki-laki. “Saya dulu pernah punya anggota tim yang ingin resign karena merasa kurang mampu ketika dibandingkan dengan kolega lelaki. Jawabannya, ‘ya tentu bisa, karena dia laki-laki, punya istri yang mendukung’.”
Terkadang, menurut Lia banyak perempuan yang belum sadar akan kompetensi dan nilai yang mereka miliki. Ini menyebabkan banyak yang kurang percaya diri dalam menyuarakan pendapat atau meminta bantuan. “Padahal, perempuan secara umum memiliki perhatian pada detail yang baik, merupakan pendengar efektif, memiliki kemampuan analisa situasi baik, dan lebih people-oriented. Ini merupakan skill-skill kunci dalam mengembangkan bisnis,” jelasnya.
Salah satu solusi untuk isu tersebut adalah proses pemberdayaan yang menyeluruh. Tidak hanya mengikuti program pelatihan, namun juga berani menyuarakan pendapat dan tidak ragu meminta bantuan jika memerlukan. Lia juga menyarankan agar perempuan dapat lebih kritis memikirkan apa yang ingin dilakukan/dicapai di hidup ini. “Ibu saya tidak bekerja dan pintar sekali mengatur rumah tangga. Jika saya hanya mencontoh beliau mungkin
saya tidak akan mendapatkan pengalaman yang saya dapatkan selama ini.” tambahnya.
Bekerja merupakan proses yang seharusnya fulfilling. Bagi Lia, ketika kita punya pasangan haruslah saling mendukung. Bersama-sama menjalankan rumah tangga. Ujung-ujungnya, hidup itu harus bahagia. Pasalnya, banyak talenta muda justru belum tahu hal apa yang membuat mereka merasa fulfilled. “Banyak yang berpikir untuk menaiki tangga karir secepat mungkin.
“Apakah dengan naik pangkat terus, kita akan bahagia? Apakah siap dengan tekanan dan investasi waktu yang lebih besar? Atau memutuskan setelah menikah, akan berhenti bekerja mengurus keluarga. Ini bisa menjadi hal yang baik, asalkan siap dengan konsekuensi juga akan kehilangan ‘income’ dan pengembangan diri jika bekerja,” jelasnya.
Anastasia Wibowo mengakui salah satu hal yang ia dapatkan dengan bekerja adalah mengembangkan orang lain. “Saya menemukan fulfillment dalam melihat orang yang saya kembangkan dan bimbing sukses suatu harinya. Saya akan merasa berhasil, bila bisa turut berkontribusi terhadap perkembangan seorang pemimpin masa depan,” jelasnya. Ini menjelaskan alasan Lia menaruh pengembangan manusia di depan dalam proses dan perjalanan karirnya.
Jika tidak sedang bekerja di kantor, Anastasia Wibowo meluangkan waktu nya dengan keluarga. Tidak dengan banyak acara, kebanyakan bersantai menemani kegiatan anak-anak misal bermain lego, membaca buku, memasak atau menonton bersama.
Ketika ditanya, semua pandangan, semangat, dan dedikasinya untuk keluarga serta pekerjaan terinspirasi dari omanya. “Oma saya punya 9 anak. Belum lama anak bungsunya lahir (masih menyusui), opa saya meninggal. Sejak saat itu Oma harus bekerja mencari nafkah untuk kesembilan anaknya, agar semua dapat makan dan bersekolah,” tambah Lia.
Walaupun kesembilan anaknya telah dapat mencari nafkah sendiri dan mampu menafkahi Oma, Oma tetap terus bekerja dan berkarya. “Beliau menjalankan hidupnya dengan penuh semangat, optimis, dan elegan. Tidak pernah sekalipun saya melihat Oma mengeluh. Di tengah kesulitan dan tantangan hidup Oma tidak pernah menyerah, dan berhasil menyekolahkan kesembilan anaknya. Ingatan beliau juga sangat kuat, tidak pernah lupa tanggal ulang tahun (dan anniversaries) ke 9 anak dan 25 cucunya. Beliau adalah role model yang sesungguhnya bagi saya,” lengkapnya.
Bagikan
Link Telah Disalin