5 Tantangan Perusahaan Kecil Tembus Pasar Tiongkok dan Cara Atasinya

Sudah menjadi rahasia umum bahwa menjual produk dan layanan ke 1,4 miliar konsumen Tiongkok adalah sebuah tantangan besar.

Alibaba Group mewawancarai perusahaan skala kecil dan menengah di marketplace internasional milik Alibaba Group, Tmall Global, untuk mengetahui lima tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan dan strategi mengatasinya.

Rangkaian brand yang kami wawancarai berikut ini bervariasi dari  segi kategori, ukuran, hingga usia. Walau demikian, seluruh brand ini memiliki satu ambisi yang sama, yaitu mencapai pertumbuhan di pasar Tiongkok, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Secara umum, ada dua tantangan yang kerap dihadapi oleh brand-brand ini. Pertama, mengatasi kebuntuan pasokan rantai logistik. Kedua, upaya konsisten dalam menerapkan praktik bisnis yang ramah lingkungan.

Kami juga berkesempatan berdiskusi dengan beberapa perusahaan yang berencana menjual produk mewah melalui kanal digital, dan juga mewawancarai perusahaan yang memiliki kekhawatiran dalam menghadapi reaksi pasar yang ditargetkan. Namun ada satu hal yang paling sering disoroti oleh perusahaan, yaitu jumlah biaya yang dibutuhkan saat melakukan penetrasi pasar baru.

No. 5: Menemukan pola dari pasar yang kompleks

Produk rambut berbahan vegan, Vegamour, berpartisipasi dalam 11.11 tahun ini untuk pertama kalinya. Sumber foto: Vegamour

Produk rambut berbahan vegan, Vegamour, berpartisipasi dalam 11.11 tahun ini untuk pertama kalinya.
Sumber foto: Vegamour

Tantangan yang dihadapi brand skala kecil bisa dibilang sangat berat. Selain harus menghadapi biaya tagihan yang besar, perusahaan-perusahaan ini juga harus berhadapan dengan masalah rantai pasokan, hingga kendala bahasa.

Menghadapi hal ini, founder dari brand perawatan rambut Vegamour, Dan Hodgdon, mengungkapkan bahwa kunci dari menyelesaikan tantangan-tantangan ini adalah tetap bersabar, lakukan riset, dan menjalin kemitraan.

Ia mengungkapkan, selama 18 bulan ini, Vegamour telah berusaha membangun kepercayaan konsumen dan meneliti pasar. “Meskipun konsumen Tiongkok menyukai produk kami, namun kami masih harus belajar lebih banyak lagi sebelum mengambil langkah yang lebih besar,” Jelas Hodgdon. Tahun ini, Vegamour berpartisipasi pada Festival 11.11.

Berdiri pada tahun 2016, brand perawatan rambut ini memasuki pasar Tiongkok melalui Tmall Overseas Fulfillment Alibaba pada bulan Juni. Program ini menyediakan gudang bagi brand luar negeri agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen Tiongkok. Rencananya awal tahun depan Vegamour juga akan meluncurkan toko flagship Tmall Global.

“Platform ini seperti toko serba ada dimana Anda dapat menemukan segala macam produk dan mengirimnya secepat kilat,” ujar  Hodgdon.

Setelah melakukan penelitian tentang tren e-commerce di Tiongkok, Vegamour bekerjasama dengan para Key Opinion Leaders (KOLs) melakukan rangkaian promosi. Para KOL ini memperkenalkan brand Vegamour kepada jutaan pengikut mereka di media sosial.

“Yang sangat saya suka di Tiongkok adalah KOL dan KOC-nya sangat bersemangat dan berpengalaman,” tambah  Hodgdon.

Selain dengan KOL, Vegamour juga bekerja sama dengan pihak ketiga dari Tiongkok guna mengatasi kendala bahasa serta memperlancar peluncuran Vegamour di Tmall Global.

“Anda dapat menjangkau konsumen seluas-luasnya dan masuk ke pasar Tiongkok melalui Tmall Global untuk melihat apakah brand Anda memiliki potensi di Tiongkok,” Tutup Hodgdon.

No. 4: Menjual barang mewah secara online

Brand Courbet menawarkan pengalaman berbelanja online kepada konsumen yang mempesona,seperti cincin yang ia jual. Sumber foto: Courbet

Brand Courbet menawarkan pengalaman berbelanja online kepada konsumen yang mempesona,seperti cincin yang ia jual. Sumber foto: Courbet

Brand-brand yang menjual produk mewah dan mahal seperti berlian membutuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan keamanan yang lebih tinggi. Salah satu brand yang mengalami dua tantangan ini adalah  Courbet-brand yang menjual berlian buatan laboratorium.

Didirikan oleh CEO Manuel Mallen dan direktur kreatif Marie-Ann Wachtmeister di Paris, pada tahun 2018, Courbet baru saja meluncurkan toko onlinenya di Tmall. Brand Courbet ingin memukau konsumen Tiongkok dengan produk-produk yang ditawarkannya.

Konsumen Tiongkok dapat mengunjungi showroom Courbet secara virtual. Showroom virtual ini memberikan pengalaman layaknya berkunjung ke Place Vendôme di Paris. “Kami menyuguhkan pengalaman yang berbeda bagi klien. Melalui kunjungan virtual ini, klien akan berbicara dengan tim sales kami yang juga akan menunjukkan berliannya,” ungkap  Wachtmeister.

Courbet juga memuat berbagai foto showroom dan informasi mengenai profil Courbet di website mereka sendiri. Dengan demikian, konsumen dapat mempelajari Courbet lebih dalam, terutama bagi konsumen yang masih awam tentang berlian buatan.

Brand Courbet juga melakukan inovasi saat masuk ke pasar Tiongkok. Toko Courbet di Tmall Global dilengkapi dengan gambar 3D dan memiliki berbagai fitur berteknologi tinggi. Melalui fitur ini, konsumen dapat bertanya dan bereksperimen dengan desain berlian sebelum membeli.

“Anda harus membuat sebuah brand yang dapat membangun kepercayaan diri konsumen,” ujar Wachtmeister. “Begitu seseorang melihat brand Anda, mereka akan langsung yakin untuk membelinya.”

Berlian yang ditambang maupun dikembangkan di laboratorium tidak memiliki perbedaan dari struktur kristalisasi karbon. Dengan menjelaskan proses ilmiah ‘di balik layar’ inilah yang diimplementasikan Courbet dalam promosi. Sehingga,  pembeli percaya bahwa brand ini tidak ada bedanya dengan de Beers atau Tiffany’s.

Tiga tahun yang lalu, Courbet menghadapi masalah ketika baru terjun ke dalam pasar Perancis. Wachtmeister mengatakan, banyak dari konsumen yang ragu dengan Courbet, apalagi pasar Perancis cukup konservatif. “Banyak yang meragukan ‘bagaimana cara Anda melakukan itu?’. Pasar negara Perancis sangat konservatif, inilah yang menyebabkan pasar ini menempati urutan terakhir dalam menerima produk berlian hasil laboratorium,” ungkap Wachtmeister seraya mengingat bagaimana konsumen Perancis merespon produk dari Courbet.

Tetapi, Courbet berhasil menjadi sukses dan membuktikan kepada konsumen Perancis bahwa mereka juga merupakan brand yang dicintai oleh konsumen yang mengerti gaya mode dan juga ramah lingkungan.

No. 3: Penyesuaian selera pasar

Biola hasil kerajinan tangan Suzuki mengalami peningkatan popularitas sejak membuka toko Tmall yang terautentikasi di Tiongkok.

Biola hasil kerajinan tangan Suzuki mengalami peningkatan popularitas sejak membuka toko Tmall yang terautentikasi di Tiongkok.

Bagi brand yang baru terjun ke suatu pasar, penting untuk melakukan proses penyesuaian produk, agar produk dan layanan yang ditawarkan sesuai dengan selera konsumen di negara tersebut.

Jadi, bagaimana sebuah brand dapat menjual produk ke konsumen asing tanpa pergi negara tersebut? Seperti yang dilakukan Suzuki Violin Co, caranya adalah menemukan jalan langsung ke konsumen.

Brand asal negara Jepang yang berusia 134 tahun ini memasuki pasar Tiongkok pada bulan Juni 2021. Suzuki mengimplementasikan model penjualan business-to-consumer (B2C) guna melewati rantai grosir, dan dapat menjual langsung produk Biolanya ke konsumen Tiongkok.

Model B2C dinilai mampu membantu perusahaan menerima lebih banyak umpan balik, mendapat gambaran lebih banyak mengenai kebutuhan pelanggan, hingga dapat memotong biaya perantara. Dengan begitu, brand mampu menyediakan produk yang lebih baik dan berpotensi lebih populer.

Menurut laporan Facts and Factors yang terbit pada awal tahun ini, akan ada banyak perusahaan mengikuti jejak Suzuki dan akan mencapai angka USD4.8 triliun di tahun 2026.

Wakil Presiden dari brand Suzuki, Onoda Yuma, mengatakan kepada Alibaba bahwa Suzuki mendapat berbagai feedback dari pelanggan Tiongkok. Data dan gambaran ini tentunya sulit didapatkan jika Suzuki menggunakan distributor pihak ketiga.

Onoda menambahkan, dengan bantuan Tmall Global, Tiongkok menjadi satu-satunya negara dimana Suzuki dapat menjual langsung ke pelanggan. Di pasar luar negeri lainnya seperti Afrika dan Amerika Utara, Suzuki menjual produk secara grosir ke perusahaan perdagangan yang kemudian menjualnya ke konsumen.

No. 2: Mengatur ulang rute rantai pasokan

Bagi Brand asal Jerman, Lauenstein, mengibaratkan hidup seperti sekotak coklat.Brand ini berhasil menangani masalah rantai pasokan yang diakibatkan oleh adanya pandemi, dengan cepat. Sumber foto: Lauenstein

Bagi Brand asal Jerman, Lauenstein, mengibaratkan hidup seperti sekotak coklat.Brand ini berhasil menangani masalah rantai pasokan yang diakibatkan oleh adanya pandemi, dengan cepat. Sumber foto: Lauenstein

Kini, kendala rantai pasokan menjadi tantangan secara global.

Produsen coklat asal Jerman, Lauenstein Confiserie, adalah satu dari 290.000 merchant yang berpartisipasi dalam program belanja ekstravaganza di Festival 11.11 tahun ini. Namun, mereka sempat mengalami penundaan pengiriman bahan mentah dalam waktu yang cukup lama.

“Kendalanya dimulai dengan penutupan,” kata Maximilian Kaub, mitra eksekutif Lauenstein, dari markas perusahaan coklat Bavaria. “Pasar benar-benar tutup, kami tidak bisa mendapatkan barang apa pun melalui bea cukai dan membutuhkan waktu yang lama untuk bangkit lagi.”

Selain itu, brand yang termasuk dalam skala kecil ini juga mengalami masalah penumpukan logistik. Hal ini menyebabkan Lauenstein Confiserie mengalami kekurangan bahan baku dan bahan kemasan.

“Kedua hal ini mengakibatkan munculnya berbagai masalah bagi kami,  karena KOL Tiongkok memiliki waktu tunggu yang sangat singkat,” tambahnya. Influencer dengan jutaan pengikut yang mempromosikan produk baru Launeinstein di media sosial membutuhkan produk dalam jumlah besar sebelum memulai promosi karena produk tersebut terjual dengan sangat cepat.

“Mereka berkata, ‘kami membutuhkan 10.000 batang coklat dalam seminggu,’ namun kami tak dapat menyanggupi permintaan mereka di masa pandemi. Penyebabnya adalah kami tidak bisa mendapatkan kertas foil dan kacang untuk membuat coklat,” jelas Kaub. Dibutuhkan satu minggu untuk membuat, mengirim dan mengantar coklat Lauenstein ke konsumen di Tiongkok jika menggunakan pengiriman global Cainiao Network Alibaba.

Menghadapi masa-masa yang sulit membutuhkan solusi baru.

Agar tetap fleksibel dalam perubahan dan tetap bergerak cepat, Lauenstein memutuskan untuk masuk ke pasar Tiongkok. Brand ini juga mengalihkan sebagian besar pasokan dari Eropa ke Tiongkok. Permintaan di Eropa memang mengalami turun drastis selama pandemi, namun popularitas coklat sebagai hadiah juga menurun di Tiongkok. Kendati demikian, pemulihan Tiongkok dari pandemi terbilang cepat sehingga membuat permintaan kembali naik.

Kini dengan dibuka kembalinya jalur transportasi udara, Lauenstein yakin dengan menggunakan jaringan gudang Tmall Global, bisnisnya dapat berlanjut dan berkembang.

Lauenstein mengekspor kurang dari sepertiga jumlah coklatnya ke Tiongkok ketika pertama kali terjun ke pasar Tiongkok di tahun 2018. Sekarang, Lauenstein lebih banyak mengekspor coklat ke Asia dibanding Eropa, meskipun konsumsi cokelat per kapita di Asia lebih kecil.

No. 1: Tumbuh secara berkelanjutan

Pemanggang dan distributor biji kopi, The Sustainable Coffee Company, memprioritaskan aspek lingkungan di setiap tahap pembuatan produk. Sumber foto: The Sustainable Coffee Company

Pemanggang dan distributor biji kopi, The Sustainable Coffee Company, memprioritaskan aspek lingkungan di setiap tahap pembuatan produk. Sumber foto: The Sustainable Coffee Company

Berbagai brand yang berjualan di Tiongkok sering kali bermarkas ribuan kilometer jauh dari Tiongkok.

Pemanggang kopi basis Melbourne, The Sustainable Coffee Company, berusaha mempertahankan namanya dengan memasuki pasar Tiongkok yang sedang berkembang.

“Perusahaan kami telah carbon positive selama 14 tahun,” ungkap co-founder dan direktur perusahaan, Chris McKiernan. Artinya, emisi karbon yang dihasilkan dari produksi dan pengiriman produknya lebih besar ketimbang kemasan biodegradable atau daur ulang, taman rooftop dan energi berkelanjutan.

Untuk itu, The Sustainable Coffee mencoba menghitung emisi karbon yang dihasilkan jika mengirim kopi ke Tiongkok. Perhitungan ini dimulai dari titik pengiriman dimulai dari tempat pemanggangan kopi di Melbourne, hingga tiba di gudang Tmall yang berlokasi di Shenzhen.

The Sustainable Coffee Company masih mengumpulkan data untuk menentukan seberapa banyak brand tersebut perlu meningkatkan penyeimbangan karbonnya. Hal ini dilakukan mengingat perusahaan ini baru terjun ke pasar Tiongkok pada bulan September lalu.

Hal yang membedakan The Sustainable Coffee Company dari perusahaan kopi lain adalah penggunaan kantong yang dapat dijadikan kompos.

Saat ini mereka masih harus menggunakan kemasan dengan bahan non-compostable di Tiongkok. Namun McKiernan memastikan pada Februari 2022, The Sustainable Coffee Company akan menggunakan kantong compostable.

The Sustainable Coffee Company mengedukasi konsumen Tiongkok tentang manfaat kopi berkelanjutan. Brand ini selalu berusaha mengedepankan prinsip berkelanjutan di setiap proses pemanggangan kopi. Maka tak heran, jika harga produknya lebih tinggi dibanding brand lain.

Produk kopi blend terlaris The Sustainable Coffee Company dijual dengan harga RMB260 (USD40,6). Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan sebagian besar brand kopi di Tmall yang berkisar RMB140 per kantong. “Harga produk kami jauh lebih mahal daripada produk brand lain di pasaran,” ujar McKiernan. “Tetapi harga yang Anda bayarkan sesuai dengan apa yang Anda dapatkan. Kopi kami di Tmall memiliki kredensial keberlanjutan yang sama dan semuanya diimbangi.”

Ia menambahkan, Tmall juga menyediakan fasilitas chat antara pemanggang kopi dan pelanggan Tiongkok. “Kami benar-benar mengedepankan keberlanjutan karena ini merupakan hal penting bagi Tiongkok dan Alibaba.”


AlibabaNews Bahasa Indonesia adalah portal informasi resmi dari Alibaba Group yang menyediakan berita terbaru terkait ekosistem alibaba di Indonesia dan secara global. Dapatkan informasi terbaru langsung di e-mail Anda dengan berlangganan newsletter kami di laman utama 

11.11 impor ke Tiongkok tmall Tmall Global