Konsumen Asia-Pasifik Bersedia Bayar Lebih untuk Produk Berkelanjutan

Cute,Asian,Boy,Holding,Brown,Paper,Bag,On,Green,Background.

Sumber: Shutterstock

Berdasarkan survei baru yang diterbitkan menjelang Hari Lingkungan Hidup Sedunia, ada sekitar 90 persen konsumen di Asia-Pasifik yang bersedia membeli produk-produk berkelanjutan dengan harga lebih mahal. Namun, minimnya informasi dan ketersediaan barang menjadi faktor yang menghambat konsumen.

Konsultan Bain & Co selaku surveyor, mengungkapkan bahwa jumlah konsumen yang sadar akan pentingnya lingkungan hidup dan sosial mencapai 14 persen di Asia-Pasifik dan Eropa, sedangkan di Amerika Serikat mencapai lebih dari 8 persen.

Sementara itu, jumlah konsumen di Asia-Pasifik yang menganggap produk berkelanjutan sebagai langkah mencapai sebesar 51% Disusul dengan Eropa 27 persen dan Amerika Serikat 31 persen.

Berbagai ritel multinasional seperti Unilever, dan L’Oreal, serta banyak perusahaan startup berlomba-lomba mencari tahu apa dampak dari meningkatnya kesadaran konsumen akan lingkungan terhadap bisnis dan brand mereka.

“Masa depan produk-produk berkelanjutan sangat menjanjikan,” ujar rekan Bain, Zara Lightowler, yang juga menulis laporan berdasarkan survei pelanggan pada lebih  dari 16 ribu konsumen dari 11 negara lengkap dengan 7 kategori produk berbeda.

Rintangan yang Ada

Berbicara tentang produk hijau memang lebih mudah dibanding realitanya. Sepersepuluh konsumen dalam survei tersebut mengatakan, cukup sulit membeli produk hijau karena stok produk terbatas. Sebanyak 15 persen konsumen juga mengatakan tidak akan membeli produk berkelanjutan karena kurangnya informasi dan ketidakpercayaan.

Brand harus membuat penjelasan produk yang mudah dimengerti,” kata Zara Lightowler.

Berbagai marketplace sedang berupaya untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Marketplace B2C milik Alibaba yakni Tmall, meluncurkan label produk ramah lingkungan awal tahun ini. Label tersebut telah memberi peringkat efisiensi energi lebih dari 300 ribu produk kelistrikan dari ribuan seller. Selain itu, livestreaming tentang produk dan kemasan ramah lingkungan juga menjadi perhatian di Tiongkok.

Negara Berkembang Memimpin

Jumlah konsumen yang sadar terhadap lingkungan dan sosial di negara berkembang seperti Tiongkok, India, Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam lebih banyak dibanding negara maju seperti Australia, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Bain & Co mengatakan hal ini kemungkinan besar terjadi karena negara-negara berkembang tersebut menyaksikan secara nyata dampak dari masalah lingkungan.

Hasil penelitian dari Bain & Co berhasil mematahkan sebuah mitos, yaitu pernyataan bahwa hanya konsumen muda dan kaya yang benar-benar sadar akan keberlanjutan. Penelitian ini mengungkap bahwa di seluruh kawasan Asia-Pasifik, persentase konsumen yang sadar akan lingkungan, sosial dan kesehatan di kategori usia 18-34 tahun berjumlah sama dengan persentase di kategori usia 60 tahun keatas.

Menariknya, banyak brand berkelanjutan baru di Asia-Pasifik dan seluruh dunia yang fokus pada ESG. Salah satu contohnya, perusahaan sosial kesehatan dan kebugaran yang berbasis di Singapura, Coco Veda. Baru-baru ini, perusahan tersebut ikut dalam acara bootcamp e-commerce yang disponsori Alibaba. Coco Veda berkomitmen menciptakan pendapatan berkelanjutan bagi mitra petaninya, serta lapangan kerja bagi tim pengrajin wanitanya di Filipina.

Brand-brand yang berhasil membuat pembeli berubah, akan mempersiapkan diri untuk pertumbuhan cepat dan dikenal oleh konsumen.

“Prospeknya sangat menjanjikan, tapi produk mereka harus sempurna dan dapat menjadi solusi bagi lingkungan,” tutup Zara Lightowler.


AlibabaNews Bahasa Indonesia adalah portal informasi resmi dari Alibaba Group yang menyediakan berita terbaru terkait ekosistem alibaba di Indonesia dan secara global. Dapatkan informasi terbaru langsung di e-mail Anda dengan berlangganan newsletter kami di laman utama. 

ESG Sustainability tmall